Rabu, 05 April 2017

SEJARAH BPUPKI

Sejarah Terbentuknya BPUPKI

Sejarah terbentuknya BPUPKI tidak lepas dari masa pendudukkan Hindia-Belanda oleh Jepang pada bulan Maret 1942 hingga berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945. Pada periode penundukkan oleh Jepang ini, banyak hal-hal yang berperan besar dalam terbentuknya Indonesia di masa depan, salah satunya adalah pembentukan BPUPKI yang merupakan singkatan dari Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Sejarah BPUPKI
Pada tahun 1941, Jepang di medan Perang Dunia II melakukan beberapa serangan terhadap daerah Inggris dan Amerika, termasuk penyerangan besar-besaran terhadap Pearl Harbor, pendaratan tentara Jepang di Thailand dan Malaya, hingga perang Hong Kong. Seluruh hal tersebut menyebabkan Amerika, Inggris, Tiongkok, Australia, dan negara lain yang tergabung dalam pasukan Sekutu menyatakan perang terhadap Jepang. Pernyataan perang ini kemudian diikuti oleh embargo minyak oleh Amerika, memaksa Jepang untuk mencari lokasi yang bisa menghasilkan minyak bagi mereka, dan tibalah mereka di Indonesia. Pendaratan pasukan Jepang di Indonesia inilah yang kemudian akan menggoreskan tinta pertama dalam sejarah terbentuknya BPUPKI.

Sejarah Terbentuknya BPUPKI

Suksesnya pendaratan Jepang ke Indonesia secara tidak langsung adalah berkat Jerman, dimana pada saat itu pihak Belanda sedang kewalahan menghadang pasukan Jerman yang berniat menduduki negara mereka. Karena hal itu, hanya butuh waktu kurang dari tiga bulan sejak penyerangan Jepang pertama kali ke Kalimantan sebelum akhirnya seluruh tentara Belanda mampu diusir oleh tentara Jepang. Pada awalnya, tentu pihak Indonesia menyambut hangat kedatangan Jepang tidak hanya karena mereka mengusir Belanda yang sudah lama menjajah Indonesia, tapi juga dengan jargon 3A Jepang serta membawa nama “saudara tua” Indonesia.

Sejarah terbentuknya BPUPKI belum akan tertulis pada masa-masa awal pendudukkan Jepang di Indonesia, dimana pada masa awal tersebut pendudukkan oleh Jepang tidak terasa menyakitkan. Beberapa pemimpin dan politisi Indonesia bahkan bekerja sama dengan pihak Jepang dimana Jepang membiarkan elit lokal tetap berkuasa dan hanya menggunakan mereka sebagai suplai perindustrian Jepang dan sesekali sebagai tambahan pasukan. Kerja sama antara Indonesia dan Jepang ini membuat pihak Jepang mampu memfokuskan perhatian mereka untuk mengamankan jalur laut dan udara Indonesia sebagai benteng pertahanan mereka melawan pihak sekutu. Pada saat itu, Jepang membagi Indonesia menjadi tiga bagian, yaitu Sumatera yang dipimpin oleh Tentara ke-25, Jawa dan Madura dibawah Tentara ke-16, dan Kalimantan serta Timur Indonesia oleh Angkatan Laut ke-2.

Penjajahan ini memiliki efek yang berbeda pada setiap orang tergantung dimana posisi mereka tinggal dan apa jabatan mereka. Orang-orang yang tinggal di daerah yang dinilai penting dalam perang, merasakan penyiksaan, dijadikan budak pemuas nafsu se*s para tentara, penahanan, pengeksekusian, dan kejahatan perang lainnya. Ribuan masyarakat Indonesia juga diambil secara paksa dan dibuat menjadi buruh yang disebut romusha untuk mengerjakan proyek-proyek militer Jepang seperti misalnya rel kereta Burma-Siam. Ada sekitar 4 hingga 10 juta romusha dari Jawa, dan banyak dari mereka yang tewas karena kelaparan dan perawatan yang buruk oleh pihak militer Jepang. Dari seluruh jumlah romusha dari Jawa ini, sekitar 270000 jiwa dikirim ke area lainnya yang diduduki Jepang, dan hanya 52000 yang berhasil kembali dengan selamat.

Meskipun banyak persamaan, terutama di bagian penyiksaan, jika tidak lebih parah antara pendudukkan Jepang dan Belanda, ada satu hal yang amat berbeda dan menjadi awal pergerakan kemerdakaan di Indonesia. Pihak Jepang selalu mendorong dan memotori sentimen nasionalistis Indonesia dengan cara membuat institusi-institusi baru milik orang Indonesia dan mempromosikan pemimpin nasionalis baru seperti Sukarno. Keterbukaan ini mulai membuka jalan bagi nasionalisme masyarakat Indonesia, digabungkan dengan penghancuran banyak fasilitas Belanda. Sayangnya, pada masa-masa awal ini semua hanyalah omong kosong, dimana Jepang ternyata melarang penggunaan kata “Indonesia” dan penggunaan bendera nasional. Memang, Tokyo pada tahun 1943 mempersiapkan kemerdekaan Filipina, tapi mereka dari awal berniat untuk menjadikan Indonesia sebagai bagian dari Great Japanese Empire.

Sejarah terbentuknya BPUPKI akhirnya dimulai ketika Jepang mulai menyadari bahwa mereka sedang ada dalam pihak yang kalah di Perang Dunia II. Tepatnya pada 7 Sepmteber 1944, pihak Jepang mulai menjanjikan omonga manis tentang kemerdekaan Indonesia yang ditentang keras oleh pasukan angkatan laut Jepang. Meski begitu, tentara ke-16 di Sumatra mendirikan Central Advisory Board yang hanya bertemu sekali. Tanpa peduli oposisi oleh pihak angkatan laut, Maeda Tadashi mulai mengatur pembicaraan bersama dua nasionalis Indonesia yaitu Sukarno dan Hatta. Awalnya, niat Jepang adalah membuat Indonesia menjadi negara boneka, tapi kekalahan perang di teluk Leyte membuat Jepang kehilangan harapan untuk itu. Jepang mulai merubah pendekatan mereka dan mulai mengincar pencitraan baik, yang lagi-lagi runtuh di depan mata mereka dengan terjadinya pemberontakan oleh milisi PETA di Blitar pada bulan Februari 1945.

1 Maret 1945, akhirnya Jepang memutuskan untuk menuliskan tinta pertama dalam sejarah terbentuknya BPUPKI dengan mendirikan badan ini di gedung yang dulu digunakan oleh Volksraad pada masa pemerintahan Belanda. Ada 59 orang yang tergabung dalam badan ini dengan 8 orang Jepang. Pertemuan pertama mereka diadakan pada 29 Mei hingga 1 Juni.

 

Hasil sidang bpupki

BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama berlangsung antara 29 Mei – 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar negara.


Sidang kedua berlangsung tanggal 10 – 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.

Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno. Sementara itu, keadaan Jepang semakin terjepit setelah dua kota di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan menewaskan 129.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dibom atom oleh Sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya sehingga pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei – 1 Juli 1945 dan sidang kedua tanggal 10 – 16 Juli 1945. Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno.

Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI.

Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 – 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945 yang diketuai oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim. Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945.

a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).
 



Sidang Kedua BPUPKI

Rapat kedua berlangsung 10-16 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:

Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
Mr. Wongsonegoro
Mr. Achmad Soebardjo
Mr. A.A. Maramis
Mr. R.P. Singgih
H. Agus Salim
Dr. Soekiman

Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta

Bahwa sesoenggoehnja kemerdekaan itoe ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas doenia haroes dihapoeskan, karena tidak sesoeai dengan peri-kemanoesiaan dan peri-keadilan.

Dan perdjoeangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan Rakjat Indonesia ke-depan pintoe-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatoe, berdaoelat, adil dan makmoer.

Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Koeasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan jang loehoer, soepaja berkehidoepan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaannja.

Kemudian daripada itoe, oentoek membentoek soeatoe Pemerintah Negara Indonesia jang melindoengi segenap Bangsa Indonesia dan seloeroeh toempah darah Indonesia, dan untuk memadjoekan kesedjahteraan oemoem, mentjerdaskan kehidoepan bangsa, dan ikoet melaksanakan ketertiban doenia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disoesoenlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itoe dalam suatu Hoekoem Dasar Negara Indonesia, jang terbentoek dalam suatu susunan negara Repoeblik Indonesia jang berkedaoelatan Rakjat, dengan berdasar kepada:

1.   Ketoehanan, dengan kewadjiban mendjalankan sjari'at Islam bagi pemeloek2-nja*

2.   Kemanoesiaan jang adil dan beradab

3.   Persatoean Indonesia

4.   Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam permoesjarawaratan/perwakilan

5.   Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.


Djakarta, 22-6-1945

Panitia Sembilan

1.   Ir. Soekarno

2.   Drs. Mohammad Hatta

3.   Mr.  A.A. Maramis

6.   H. Agus Salim

7.   Mr. Achmad Subardjo

8.   Wahid Hasyim

9.   Mr.  Muhammad Yamin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar